Kamuflase Fenomena Madden Julian Oscillation di Mega Proyek IKN -->

adsterra1

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

adsterra3

Kamuflase Fenomena Madden Julian Oscillation di Mega Proyek IKN

, Juli 30, 2024

Oleh: Mira Ummu Tegar (Aktivis Muslimah Balikpapan)

RIAUEXPRESS - Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) kini sedang mengalami fenomena Madden Julian Oscillation berupa meningkatnya intensitas hujan, sehingga menjadikan kendala kegiatan infrastruktur di sana.


Ada sekitar 106 paket infrastruktur terkontrak yang dikerjakan kurun waktu 2022-2024, terhambat. Termasuk pembangunan Bandara VVIP atau Nusantara Airport IKN yang kini terus dikerjakan secara simultan. 


Oleh karena itu, Kementrian Perhubungan (Kemenhub) mengintruksikan modifikasi cuaca untuk terus ditingkatkan dalam beberapa bulan kedepan, agar pembangunan bandara IKN menjadi optimal.


Teknologi modifikasi cuaca (TMC) merupakan teknologi yang bisa mencegah hujan atau bikin hujan buatan. Fungsi teknologi tersebut terbukti efektif sebagai upaya mengendalikan bencana, termasuk upaya untuk kelancaran pembangunan infrastruktur IKN.


Namun TMC membutuhkan biaya yang tidak sedikit, menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan biaya operasional untuk melakukan TMC tembus hingga Rp200 juta per hari. Dengan satu unit pesawat sekitar Rp150-200 juta per hari.


Sementara, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto juga akui, bahwa masih ada beberapa kendala dalam pelaksanaan modifikasi cuaca di IKN, karena  unit kerja ini belum memiliki infrastruktur, anggaran, maupun peralatan yang mumpuni.


Diiringi dengan keterbatasan pesawat TNI yang digunakan untuk modifikasi cuaca, MKG masih harus bekerja sama dengan beberapa pihak lain, untuk memanfaatkan sumber daya milik mereka dalam pengendalian cuaca.


Menurut pandangan saya, diangkatnya fenomena Madden Julian Oscillation sebagai alasan kendala pembangunan infrastruktur IKN sejatinya adalah kamuflase belaka, mengingat pendanaan IKN sendiri mengalami kendala yang serius, lalu bagaimana mungkin kembali membiayai TMC yang tidaklah murah?


Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan IKN merupakan salah satu proyek prioritas strategis yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 


Indikasi nominal kebutuhan pendanaan IKN yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024  sebesar Rp 446 triliun yang terbagi tiga indikasi pendanaan, yaitu APBN sebesar Rp90,4 triliun, Badan Usaha/Swasta sebesar Rp 123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp 252,5 triliun


Hingga saat ini realisasi investasi di IKN oleh badan usaha milik swasta masih terbatas. Saat ini pembiayaan pembangunan IKN masih bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal senada pun diakui oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia pada rapat kerja dengan komisi VI DPR, Selasa (11/06/24) lalu, bahwa belum ada investor asing yang masuk ke IKN.


Maka tidak heran kemudian Presiden Jokowi pada Kamis, 11 Juli 2024 mengeluarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang percepatan pembangunan IKN. Di mana pada pasal 9 investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan masa berlaku hingga 95 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 2 siklus artinya bisa sampai 190 tahun. Tentu dengan harapan investor segera masuk di IKN untuk berinvestasi.


Wajar kemudian jika pesimisme selalu melekat pada proyek ini, karena di tengah kondisi masyarakat yang serba kesulitan, dipangkasnya subsidi, sulitnya gas melon, antrian BBM, melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, PHK massal, meningkatnya pengangguran. Kemudian sederet persoalan lain melanda negeri ini. 


Namun pemerintah justru fokus pada pembangunan IKN yang katanya prioritas tetapi tidak bagi rakyatnya. Apalagi pembangunan tersebut bukan perkara satu atau dua tahun, dibutuhkan puluhan tahun untuk konsen terhadapnya. 


Demikianlah carut marut kehidupan di bawah naungan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini tidak menempatkan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya secara keseluruhan. Negara hanya hadir untuk para kapitalis oligarki, atas nama transaksi demokrasi mereka berkolaborasi menciptakan simbiosis mutualisme, sehingga prioritas kebijakan hanya untuk mereka bukan rakyatnya.


Tidak heran kemudian pembangunan IKN masuk proyek prioritas strategis nasional meskipun faktanya kesulitan dan penderitaan rakyat jelas di depan mata. Bagi kapitalisme sekuler rakyat hanya objek atau sasaran dari aktivitas simbiosis mutualisme mereka. Ketika negara defisit anggaran maka rakyat akan diperas dengan kenaikan pajak, pungutan-pungutan hingga cabut subsidi. Akhirnya muncul wacana Tapera, gas melon hilang, BBM subsidi sulit dan sejenisnya yang membebani masyarakat.


Sebaliknya, anggaran yang ada mereka bagi-bagi atas nama operasional kerja instansi bahkan tak jarang di korupsi, rakyat pun tersisih bahkan terzalimi. Maka sudah saatnya pergi dari sistem ini, kembali kepada sistem Ilahi  yang memberi keberkahan bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Sistem ilahi itu adalah Islam.


Islam sendiri memandang fenomena alam adalah sunatullah, sehingga hal ini menjadi bagian keimanan kaum muslim akan qadha dan qodar Allah SWT. Hanya saja tidak seperti di sistem kapitalisme sekuler yang turut andil memperparah fenomena alam akibat ulah tangan manusia yang menebang hutan serampangan, karhutla, serta eksplorasi SDAE tanpa batas  hingga berujung pada bencana alam. 


Maka Islam sangat memperhatikan dan menjaga alam sekitar dan lingkungan hidup. Jika pun diambil manfaatnya tentu akan memperhatikan dan memperhitungkan pula resikonya. Allah SWT telah memperingatkan dalam surah Al -Ruum ayat 4, yang artinya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."


Islam tidak anti pindah ibukota, hanya saja pindah ibukota dilakukan semata-mata demi kemanfaatan dan kemaslahatan rakyatnya serta kepentingan negara dalam hal strategis geopolitik dan kedaulatannya. Hal ini terbukti sepanjang masa kekhilafahan, negara Islam yakni Khilafah pernah mengalami pindah ibukota sebanyak 4 kali.


Sistem pemerintahan Islam/Khilafah melandaskan aktivitasnya pada riayah syu'unil ummah artinya segala aktivitas  pemerintahannya bertujuan untuk mengurus, melayani dan melindungi rakyatnya. Rakyat adalah prioritas utama baginya. Hal ini tergambar jelas pada keteladanan Umar bin Khattab sebagai pemimpin kaum muslim saat itu, dimana beliau pernah bertutur, "Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya. Mengapa, seraya bertanya: tidak meratakan jalan untuknya? 


Hal ini mencerminkan begitu pedulinya seorang pemimpin terhadap kondisi rakyatnya meskipun hanya seekor binatang sebab binatang itu di bawah wilayah  kekuasaannya. Hal ini dipertegas dalam hadits berikut, "Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya". (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu a'lam bishowab.


Demikian kendala demi kendala yang tak henti-hentinya mewarnai pembangunan IKN, sejak rencana hingga pembangunannya, mega proyek ini selalu menjadi sorotan publik baik dalam maupun luar negeri.

TerPopuler